Arsip Tag: pemilukada

45 Hari Menjelang Pemilukada Lotim NTB

Pengundian nomor urut dan ikrar kampanye/pemilukada damai
Pengundian nomor urut dan ikrar kampanye/pemilukada damai

Pencabutan Nomor Urut

Pesta demokrasi dalam rangka pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur NTB serta pemilihan umum Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur semakin mendekat. Hari ini, Senin, 25 Maret 2013 bertepatan dengan 50-H, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Timur menyelenggarakan tahapan yang cukup penting dan berkesan, yaitu pencabutan nomor urut calon Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur yang akan “bertarung” pada pemilukada 13 Mei 2013 mendatang.

Seperti kita ketahui, berdasarkan keputusan KPU pada tanggal 18 Maret lalu, bahwa pasangan calon yang ditetapkan untuk mengikuti pemilukada 2013 sebanyak 4 pasangan. Pada pencabutan nomor urut hari Senin, 25 Maret lalu, masing-masing pasangan yaitu ALKHAER (HM. Ali Bin Dahlan, SH-Drs.H. Haerul Warisin, M.Si) dengan nomor urut 1, WALY (H. Abdul Wahab, SP-Lale Yaqutunnafis, S.Sos,MM.) dengan nomor urut 2, SUFI Jilid II (Drs. HM. Sukiman Azmi-HM. Syamsul Luthfi, SE, M.Si) yang memperoleh nomor urut 3 dan MAFAN (Ir. H. Usman Fauzi, M.Si-Ir. Muhammad Ihwan S) dengan nomor urut 4.

Sementara itu, pada hari Rabu, 27 Maret 2013 diadakan pengundian nomor urut pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTB. Dalam kesempatan tersebut, pasangan Tuan Guru Bajang H. Zainul Majdi, MA (TGB)- H. Muhammad Amin mendapat nomor urut 1, Suryadi Jaya Purnama-Johan Rosihan (SJP-Johan) nomor urut 2, Drs. H. Harun al-Rasyid, M.Si-H. Lalu Abdul Muhyi Abidin (Harum) mendapat nomor urut 3 dan Dr. KH. Zulkifli Muhadli, SH,MM-Prof. Dr. Ir. H.M. Ichsan, MS (Zul Ichsan) nomor urut 4.

Tahapan berikutnya, KPU dalam waktu dekat akan mengadakan kegiatan penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPT) dan koordinasi dengan tim sukses masing-masing calon untuk menyusun jadwal kampanye dari masing-masing pasangan calon.

Penetapan DPT KPU Lombok Timur dilaksanakan pada hari Jum’at, 29 Maret 2013 yang didauhului dengan penetapan DPT tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pleno PPK Suela dilaksanakan pada hari Kamis, 28 Maret 2013 dengan jumlah pemilih sesuai DPT sebanyak 31.000 dengan rincian masing-masing desa sebagai berikut:

  1. Suela                     4.988
  2. Suntalangu           4.750
  3. Ketangga               4.900
  4. Perigi                     4.938
  5. Mekar Sari           4.434
  6. Selaparang           3.451
  7. Sapit                      3.116
  8. Puncak Jeringo    1.146

85 Hari Menjelang Pemilukada: 4 Pasang Calon Bupat dan Wakil Bupatii

Sampai batas akhir pendaftaran bakal pasangan calon Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur NTB serta Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur, para pasangan bakal calon telah mendaftarkan diri ke KPU.

Sampai sejauh ini, terdapat empat pasangan bakal calon Bupati/Wakil Bupati Lombok Timur yang telah tercatat di KPUD Lombok Timur, yaitu H. Moch. Ali Bin Dachlan dan H. Khairul Warisin (Alkhair), Muh. Ihwan Sutrisno dan H. Usman Fauzy (Mafan), H.M. Sukiman Azmy dan H. M. Syamsul Luthfi (Sufi) serta H. Abdul Wahab dan Lale Yaquttunnafis (Waly).

Semakin mendekati jadwal kampanye, saat ini wilayah Lombok Timur dan NTB pada umumya diwarnai oleh baliho, poster dan spanduk calon yang akan mengikuti pemilukada. Khusus di Lombok Timur, di sepanjang pinggir jalan sampai ke pelosok-pelosok desa terpampang gambar-gambar besar dan kecil dari masing-masing paket pasangan. Berbagai semoboyan, visi misi, program dan gambar partai pendukung menebar ‘daya pikat’ ke seluruh kalangan guna mendapatkan tempat di hati pemilih. Demikian juga dengan kegiatan yang dilakukan oleh tim sukses, sehingga dalam setiap kerumunan dan percakapan warga, akan terdengar perbincangan mengenai calon pemimpin daerah.

Sementara itu Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Suntalangu sudah merampungkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk masing-masing TPS. DPS setelah diumumkan melalui pengeras suara dari masing-masing dusun, kemudian di tempelkan pada tempat-tempat strategis atau mudah dijangkau. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat melihat apakah namanya sudah tercantum sebagai pemilih atau belum.

Calon_Bup (1)Calon_Bup (2)Calon_Bup (3)Calon_Bup

110 Hari Menjelang Pemilukada Gubernur NTB dan Bupati Lotim

Seorang pengunjung blog berugaqelen2010.wordpress.com dari Tanjung menulis agar kami share kegiatan terakhir PPS Desa Suntalangu. Sementara pengunjung yang lainnya menanyakan apakah honor PPS dan Sekretariat harus dipotong pajak? Dengan maksud untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, kami posting kegiatan terbaru PPS Desa Suntalangu sebagaimana jadwal yang telah ditentukan oleh KPU Kabupaten Lombok Timur, dan realisasi penerimaan honor petugas yang dibayarkan oleh PPK Kecamatan Suela.

Seperti kita ketahui bahwa PPS merupakan pembantu KPU di tingkat desa yang anggotanya dipilih oleh KPU berdasarkan hasil seleksi beberapa bulan yang lalu. Tiga orang PPS Desa Suntalangu terdiri dari Rupli sebagai Ketua (dari unsur pemerintah desa/Kepala Urusan Pemerintahan) dan dua orang anggotanya adalah Lukmanul Hakim dan Tarmizi. Ketiganya merupakan rekomendasi Kepala Desa Suntalangu bersama tiga orang lainnya yang dinyatakan tidak lulus oleh KPU.

PPS dalam bekerja di tingkat desa, dibantu oleh tiga orang tenaga sekretariat yang berasal dari unsur pemerintahan desa maupun lainnya yang di SK-kan oleh Kepala Desa. Sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah dan KPU, bahwa sekretaris PPS harus dari Pegawai Negeri Sipil, dan salah satu yang dipertimbangkan adalah Sekretaris Desa. Khusus di Kecamatan Suela, di 6 desa Sekretaris PPS nya dijabat oleh Sekdes PNS, kecuali dua desa lainnya, yaitu Ketangga dan Selaparang yang tidak mengangkat sekdes sebagai Sekretaris PPS, tetapi diambil dari PNS lainnya yaitu guru.

Masa kerja PPS dan Sekretaris PPS adalah 8 bulan terhitung sejak Desember 2012. Oleh karena itu, sebagai imbalan kerja, mereka diberikan honor oleh KPU. Besaran honor yang diterima untuk PPS adalah Rp 750.000,- untuk ketua, dan Rp. 600.000,- untuk anggota. Sedangkan Sekretariat menerima Rp 500.000,- untuk sekretaris, dan Rp. 350.000,- untuk staf per bulan dipotong pajak penghasilan minimal 5% (lima persen).

Sebagaimana jadwal yang ditetapkan oleh KPU, bahwa tanggal 14 Januari – 14 Maret 2013 adalah tahapan verifikasi data pemilih untuk mencatat penduduk yang mungkin belum terdaftar. Untuk pekerjaan ini PPS Desa Suntalangu mengangkat 12 orang Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Karena ketentuan jumlah pemilih maksimal 600 orang, maka yang sedianya diusulkan 14 TPS (14 orang PPDP) namun yang diputuskan KPU sebanyak 12 TPS (sehingga diangkat 12 orang PPDP).

Langkah yang dilakukan PPS bersama Sekretariat PPS Desa Suntalangu agar meminimalisir kesalahan data pemilih adalah membagi PPDP masing-masing 2 orang. Sehingga dengan demikian, verifikasi yang dilakukan benar-benar mendekati data yang valid, karena untuk 100 persen mungkin sulit dicapai. Mutasi penduduk yang terjadi setiap waktu, indikasi adanya pemilih yang ganda (biasanya nama bujang dan nama ‘peraman’) serta pemilih terdaftar pada TPS lain, maka pengolahan data dilakukan secara terus menerus.

Jumlah pemilih Desa Suntalangu berdasarkan Data Awal yang diterima KPU dan sedang proses verifikasi adalah sebagai berikut :

TPS 1 (Dusun Suntalangu) sebanyak 502 pemilih

TPS II (Gubuk Barat, Batu Basong I) sebanyak 426 pemilih

TPS III (Batu Iting, Batu Basong I) sebanyak 396 pemilih

TPS IV (Gubuk Leko’, Batu Basong I) sebanyak 545 pemilih

TPS V (Dasan Lendang, Batu Basong II) sebanyak 406 pemilih

TPS VI (Gubuk Daya, Batu Basong II) sebanyak 384 pemilih

TPS VII (Mimbar Masjid, Batu Basong II) sebanyak 389 pemilih

TPS VIII (Dasan Baru Barat) sebanyak 375 pemilih

TPS IX (Dasan Baru Tengak) sebanyak 420 pemilih

TPS X (Dasan Baru Timur) sebanyak 349 pemilih

TPS XI (Dusun Dasan Modok) sebanyak 387 pemilih

TPS XII (Dusun Lelonggek) sebanyak 441 pemilih

Sehingga jumlah pemilih sementara adalah 5.020 pemilih

Yang menjadi pemikiran PPS Desa Suntalangu adalah adanya dua dasan terpencil yang pemilihnya berjumlah 100-an orang jangkauannya cukup jauh, yaitu Pelonggo yang tergabung dalam TPS IV berjarak 4-5 km (Ojek sepeda motor ongkos Rp 10.000), dan  Bru Montong yang tergabung dengan TPS V berjarak 3-4 km (ojek sepeda motor ongkos Rp 5.000).

112 Hari Menjelang Pemilukada NTB dan Lotim

Jika tidak ada peristiwa yang luar biasa, Insya Allah Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur NTB serta Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur akan berlangsung pada tanggal 13 Mei 2013, atau 112 hari lagi dari tanggal posting ini. Kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lombok Timur bersama jajarannya semakin gencar, salah satunya yang cukup penting dalam menentukan terjaminnya azas-azas pemilu adalah pemutakhiran data pemilih.

Bintek PPS_2012-12 (1)Untuk maksud tersebut, KPU melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menyelenggarakan bimbingan teknik pemutakhiran data kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), seperti yang dilaksanakan PPK Suela pada hari Sabtu, 19 Januari 2013 yang lalu.

Seperti dijelaskan oleh Ketua PPK Suela, Ahmadi, S.Pd, M.Pd, bahwa tugas utama PPDP adalah menverifikasi data pemilih dalam jangka waktu dua bulan, yaitu 13 Januari sampai 13 Maret 2013. PPDP berasal dari warga setempat diutamakan berdomisili dalam wilayah Tempat Pemungutan Suara (TPS) bersangkutan, karena anggota PPDP nantinya sekaligus menjadi salah seorang anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) pada tempat mereka menverifikasi saat ini.

Daftar pemilih (model A-KWK.KPU) sudah dikirimkan oleh KPU kepada masing-masing Panitia Pemungutan Suara (PPS) masing-masing dalam 3 (tiga) rangkap, dimana 1 rangkap diumumkan oleh PPS pada papan pengumuman resmi di desa, 1 rangkap disampaikan kepada Ketua RT/RW setempat untuk mendapat tanggapan masyarakat dan 1 rangkap sebagai bahan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS).

Bintek PPS_2012-12Berdasarkan panduan yang diberikan oleh KPU, bahwa pencocokan data pemilih dilakukan oleh PPS bersama PPDP dengan mendatangi pemilih dari rumah ke rumah, mengecek nama pemilih yang bersangkutan untuk memastikan bahwa mereka sudah terdaftar sebagai pemilih. Apabila ternyata ada pemilih yang belum tercatat, PPDP mencatatnya dalam Formulir Data Pemilih Tambahan (Model A.3.2-KWK.KPU) dan memberikan Formulir Tanda Bukti Telah Terdaftar sebagai Pemilih Tambahan (Model A.3.3-KWK.KPU).

Apabila dlam data pemilih ditemukan :

  1. Penulisan identitas yang salah, PPDP mengoreksi dan memperbaikinya dengan memberika keterangan “Perbaikan Identitas”.
  2. Pemilih yang tidak ditemukan/pindah, bisa dicoret dari daftar pemilih dengan memberi catatan “Tidak Ditemukan/Pindah”.
  3. Pemilih yang didaftar ganda dapat dicoret salah satunya dan memberikan keterangan “Ganda”.
  4. Pemilih yang terdaftar berubah status dari sipil menjadi TNI/Polri dapat dicoret dengan memberikan catatan “Alih Status”.
  5. Pemilih yang terdaftar telah meninggal dunia atau dibawah umur dan belum menikah atau gangguan jiwa, dan yang hak pilihnya dicabut berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dicoret dengan catatan sesuai permasalahannya.

Dijelaskan juga bahwa jumlah PPDP dalam wilayah kerja PPK Suela sebanyak 88 orang sesuai dengan jumlah TPS yang ada, masing-masing Desa Sapit 9 orang, Suela 12 orang, Suntalangu 12 orang, Ketangga 14 orang, Mekar Sari 13 orang, Selaparang 10 orang, Perigi 13 orang dan Puncak Jeringo sebanyak 5 orang.

Jelang Pemilukada (3): KPU Bintek PPS, Sekretaris dan PPK Kecamatan Suela

Dalam rangka mewujudkan pemahaman bersama mengenai tahapan-tahapan pelaksanaan pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur dan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Timur menyelenggarakan bimbingan teknik kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) beserta sekretarias dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) se-kecamatan Suela pada hari Ahad, 16 Desember 2012 di Aula Kantor Camat Suela.

Bintek PPS_2012-12 (1)Salah seorang anggota KPU Kabupaten Lombok Timur dalam bintek tersebut antara lain menjelaskan edaran KPU mengenai persyaratan pencalonan Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur, karena saat ini sedang berada pada tahap penerimaan calon dari perseorangan. Dikatakan bahwa salah satu persyaratannya adalah melampirkan daftar nama dan poto copy KTP pendukung sebanyak 38.163 dan menyebar minimal pada setengah jumlah kecamatan. Selanjutnya KPU melalui PPS dan PPK menindaklanjuti dengan verifikasi pendukung tersebut di masing-masing desa.

Bintek PPS_2012-12Acara bintek diikuti oleh 5 orang PPK, 24 orang PPS dan 8 sekretaris sewilayah Kecamatan Suela. Dalam hal data, KPU menyampaikan bahwa data yang diterima KPU dari pemerintah memang masih belum akurat, salah satu penyebabnya adalah banyaknya desa yang sudah mengadakan pemekaran, dimana data penduduk desa baru masih terdaftar di desa induk, sehingga jika kurang hati-hati, maka ada kemungkinan kekeliruan, terutama ketika desa induk mencoret nama-nama pemilih yang bukan lagi warga desa setempat, sementara desa pemekaran tidak mencatatnya dalam daftar pemilih di desanya. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antara desa induk dengan desa pemekaran untuk mendapatkan data yang akurat, sehingga tidak ada nama pemilih yang ganda dan tidak ada pula warga yang kehilangan hak pilihnya.

Jelang Pemilukada (2): Masih Soal Data dan Dugaan Kecurangan

cari18Pemilihan Kepala Daerah Tingkat I NTB yang sepaket dengan Pemilukada Lombok Timur dan Kota Bima semakin dekat. Namun tidak seperti pemilukada sebelumnya, dimana setahun sebelum tanggal pelaksanaan, gaungnya sudah sangat menggema di masyarakat. Kali ini nampaknya adem ayem saja. Mungkinkah masyarakat sudah menganggapnya sebagai kegiatan rutin yang harus berjalan apa adanya, walaupun mereka tahu total anggaran yang dipergunakan dalam setiap kali penyelenggaraan pemilukada sangat besar? Ataukah karena para kandidat mereka sudah tidak lagi dianggap sebagai sosok luar biasa yang harus dibela mati-matian? Atau mungkin juga karena masyarakat sudah memahami makna dari demokrasi yang sesungguhnya? Entahlah. Yang pasti, kondisi aman dan damai inilah yang selalu diharapkan setiap kali tibanya pesta adu “gengsi” dan adu “jago” ini.

Dan tentunya masih dianggap wajar jika dalam setiap pesta besar ada saja pihak yang kecewa, tidak puas, dongkol, jengkel dan sebagainya. Dan itu sah-sah saja, sepanjang tetap mengedepankan kepentingan umum dan dihadapi dengan kepala dingin. “Kemelut” yang terjadi antara KPU Lotim dengan FKKD contohnya, yang merasa kecewa karena rekomendasi mereka tidak dihargai, sehingga bertahan untuk tidak menfasilitasi Panitia Pemungutan Suara (PPS). Sejauh ini, konflik tersebut tidak terlalu berpengaruh, karena memang PPS belum efektif bekerja. Tetapi jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin pekerjaan PPS akan terasa berat jika sampai mendapat “tekanan” atau “lepas tangan” kepala desa dan perangkatnya. Kesulitan bukan hanya dalam validitas data pemilih yang membutuhkan sinkron data antara PPS dan desa. Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) pun notabena adalah warga atau aparat desa setempat, yang mau tidak mau atas sepengetahuan kepala desa. Tidak dapat dibayangkan jika tiga orang PPS harus merekrut puluhan PPDP dan bahkan ratusan tenaga KPPS dan Linmas berseberangan dengan kepala desa.

Hal lainnya adalah berkenaan dengan pemilihan Panwaslu di KLU yang dipersoalkan karena sementara pihak menganggapnya tidak representatif dan kurang mengakomodir warga Dayan Gunung. Peroalan yang sama terjadi juga di kabupaten lain, seperti pemilihan panwaslu di Sumbawa Barat yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan dan undang-undang pemilihan kepala daerah. (baca Radar Lombok 28 dan 29 November 2012: Timsel Bawaslu Dinilai Curang dan Pemilihan Panwaslu KLU Dipersoalkan).

Persoalan data pemilih sampai saat ini pun membutuhkan kerja keras PPS dan PPDP. Karena menurut ketua KPUD NTB, bulan Januari 2013 mendatang, semua data pemilih yang ada di provinsi NTB harus sudah jelas dan tuntas dikumpulkan oleh PPDP yang direkrut oleh KPUD. Karena sampai sejauh ini, hampir semua data yang diterima dari dinas terkait masih bermasalah dan tidak jelas.

Berdasarkan UU yang berlaku, penentuan pemilih diambil oleh KPUD berdasarkan DP4 yang diserahkan oleh pemerintah. Namun karena DP4 bermasalah, sehingga KPU melakukan pemutakhiran data secara internal KPU. Hasil rekapitulasi jumlah pemilih oleh KPU akan dipadukan dengan jumlah pemilih dari DP4 yang diserahkan pemerintah. Walaupun dengan pemutakhiran ini akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan KPU, namun langkah tersebut akan diberlakukan untuk menghindari amburadulnya data sehingga mempengruhi kesuksesan proses demokrasi NTB (Radar Lombok 28 November 2012).

Kapankah Saatnya Demokrasi Mampu Mensejahterakan Rakyat?

Saya berbesar hati ketika membaca Seksi Indonesia VOA  yang meninjau keberhasilan Indonesia dalam membangun demokrasi, dalam artikel Bali Democracy Forum Jadi Wadah Pemerintahan Global dan Indonesia Dinilai Mampu Kembangkan Demokrasi.

Mengukur Demokrasi

Demokrasi Indonesia yang diwariskan dari orde ke orde telah mewarnai sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini. Entah apa pun namanya, dari demokrasi terpimpin sampai demokrasi Pancasila, keberadaannya dicetuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dihajatkan untuk kepentingan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Entah apa pun alasannya, kita harus mengakui bahwa realisasi dari pemaknaan demokrasi masih jauh panggang dari api. Kemajuan sih mungkin ya, akan tetapi secara keseluruhan masih termasuk dalam kategori sangat rendah.

Setidaknya itu menurut Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang disusun sebagai alat ukur kuantitaif untuk melihat tingkat kemajuan demokrasi di Indonesia maupun di suatu daerah. Bukankah proses penyusunan IDI melibatkan pemerintah provinsi, DPRD, LSM, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, akademisi dan pekerja media di masing-masing provinsi? Maka alat ukur ini untuk sementara dapat dijadikan patokan. Pengukuran kemajuan demokrasi pada IDI didasarkan pada realitas pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi yaitu kebebasan sipil (civil liberties), hak-hak politik (political rights), dan lembaga demokrasi (institutions of democracy). Ketiga aspek tersebut merupakan pilar dari konsep demokrasi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Aspek pertama dan kedua merefleksikan esensi atas konsep demokrasi, sementara aspek ketiga merefleksikan wadah dari proses demokrasi.
Jika tiga aspek itu dirincikan lebih lanjut, maka dalam aspek kebebasan sipil, IDI menilainya berdasarkan kebebasan berkumpul dan berpendapat, kebebasan berkeyakinan dan bebas dari segala macam diskriminasi. Sementara aspek hak-hak politik termasuk didalamnya adalah hak memilih dan dipilih, hak partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pemerintahan serta pemilihan umum yang, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Sedangkan aspek institusi demokrasi didalamnya tercakup peran DPR/DPRD, peran partai politik, peran birokrasi pemerintahan daerah, dan peradilan yang independen.

Berdasarkan ketiga aspek tersebut, maka dengan mata telanjang dapat kita lihat bahwa penerapan demokrasi di Indonesia masih perlu dibenahi. Perbaikan itu dibutuhkan – sekali lagi – berdasarkan penilaian IDI yang menganggap penerapan demokrasi di negeri tercinta nusantara ini belum cukup baik.

Bentuk-bentuk penerapan kebijakan dan prilaku umum masyarakat yang menunjukkan masih lemahnya demokrasi di negeri ini masih nampak pada ketiga aspek tersebut. Mulai dari masih adanya tekanan yang dialami kalangan minoritas sampai masih terjadinya intimidasi terhadap penganut keyakinan tertentu. Dari anarkisme dalam menyampaikan pendapat dan aspirasi sampai berbagai konflik yang sering kali terjadi. Dari maraknya money politik sampai menjadikan momen pemilihan sebagai ajang perjudian. Dan bahkan dari maraknya istilah mafia pajak sampai mapia peradilan.

Pada dasarnya tujuan penyusunan IDI adalah menganalisa kelemahan dan kekuatan praktik-praktik demokrasi yang dapat berkontribusi dalam pengembangan dan kemajuan nilai-nilai demokrasi, memformulasikan indeks demokrasi yang lebih sesuai dengan konteks ke Indonesia-an serta memformulasikan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah pusat dan daerah dalam rangka ekselerasi demokrasi di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisa terhadap data-data yang dikumpulkan dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2009 misalnya, didapatkan angka Indeks Demokrasi Indonesia (nasional) sebesar 67,30 dengan distribusi indeks berdasarkan masing-masing aspek adalah kebebasan sipil 86,97, hak-hak politik 54,60 dan lembaga demokrasi 62,72. Sedangkan angka indeks demokrasi yang baik menurut para ahli adalah 80 atau lebih. Bermaksud akan meningkatkan angka, tetapi malah sebaliknya, karena angka IDI nasional pada tahun 2010 menurun menjadi 63 saja.

Demikian pula di daerah, pada tahun tersebut tidak ada provinsi yang meraih indeks dengan angka 80. Indeks tertinggi diraih Kalimantan Tengah dengan angka sebesar 77. Nusa Tenggara Barat meraih angka terendah yakni sebesar 58,12.

Angka-angka tersebut di atas dapat dimaknai bahwa Indonesia berhasil dalam mengembangkan demokrasi terkait dengan hak kebebasan sipil, cukup berhasil dalam membangun lembaga demokrasi, namun masih tertinggal dalam mengembangkan hak-hak politik.

IDI di Nusa Tenggara Barat

Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa dari penyusunan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam tahun 2009, provinsi Nusa Tenggara Barat meraih angka terendah yaitu 58,12 atau posisi NTB berada di peringkat terakhir. Jika dibandingkan dengan tahun 2009, memang kinerja demokrasi NTB ada peningkatan, dimana NTB berada pada posisi 30 dari 33 provinsi di Indonesia. Sebaliknya tahun 2010 sejumlah provinsi mengalami penurunan indeks demokrasi dengan sangat tajam seperti Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

Sementara itu, provinsi Banten menjadi salah satu daerah percontohan dalam pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) bersama Nanggroe Aceh Darussalam dan Gorontalo karena ketiganya mampu mengembangkan pelaksanaan pembangunan demokrasi, sehingga tiga daerah ini dinobatkan sebagai daerah percontohan yang mampu memprakarsai berbagai program terkait pengembangan demokrasi di daerahnya. Dengan kata lain bahwa jika provinsi Banten, NAD dan Gorontalo berhasil mengembangkan untuk kesejahteraan rakyat tentu bisa juga dilaksanakan di seluruh provinsi dan kabupaten/kota lainnya, termasuk NTB.
Rilis UNDP tentang rendahnya IDI NTB yang ditentang beberapa kalangan dilandaskan pada nilai keseluruhan dari indikator yang sudah ditentukan. Pada aspek kebebasan sipil, nilai NTB cukup bagus. Indikator dengan nilai tertinggi adalah kebebasan dari diskriminasi 97,22 dan nilai terendah pada kebebasan berkeyakinan 51,30. Sedangkan Kebebasan berkumpul dan berserikat NTB meraih nilai 68,05 dan kebebasan berpendapat berada pada level 72,23. Kebebasan sipil adalah tontonan sehari-hari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena konstitusi mengatur hal tersebut secara eksplisit. Kebebasan berkeyakinan merujuk kepada fakta konflik minoritas jamaah Ahmadiyah dan muslim di NTB. Konflik ini menjadi sorotan nasional bahkan internasional karena terjadi bukan hanya di NTB, tetapi hampir di merata pulau negeri ini. Demikian pula aksi represif oknum aparat keamanan dan militer ketika menangani aksi massa turut memberikan kontribusi dalam melorotkan posisi kebebasan sipil di NTB. Termasuk juga banyaknya aksi-aksi kejahatan yang masyarakat menuntut pengusutan tuntas belum terselesaikan.

Pada aspek kebebasan hak-hak politik belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kebebasan memilih dan dipilih hanya meraih 49,2 dan partisipasi politik dalam mengambil keputusan dan pengawasan yang hanya 45,8. Sorotan utama yang menurunkan nilai aspek ini adalah kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga menjelang pemilukada Lombok Timur dan NTB 2013, naga-naganya DPT menjadi sorotan lagi. Salah satu contoh yang sempat memusingkan pihak berkompeten adalah peningkatan jumlah pemilih yang sangat besar dan perbedaan antara data yang satu dengan lainnya. Media massa memaparkan contoh perbedaan antara Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan data Badan Pusat Statistik dan Komisi Pemilihan Umum, dimana BPS memperkirakan jumlah pemilih pada tahun 2013 sekitar 3.189.890. Perkiraan ini didasarkan pada jumlah pemilih tahun 2010 sebanyak 2.929.583 dikaitkan dengan perkembangan penduduk. Sementara itu Disdukcapil mengeluarkan DP4 sementara pada tahun 2012 sebanyak 3.789.654, sedangkan KPU setelah meng-up date data dari jumlah pemilih tahun 2007 sebanyak 2.845.939 menjadi 3.682.596 pada tahun 2012.

Kebebasan lembaga demokrasi menunjukkan hasil gemilang pada peran peradilan independen yang memperoleh skor 90,00 diikuti pemilu yang bebas dan adil 88,49 dan peran birokrasi pemerintah daerah dengan nilai 88,12. Sementara peran DPRD masih kurang dengan nilai 36,17. Yang paling menyedihkan adalah peran partai politik yang hanya meraih nilai 7,48.
Berdasarkan angka-angka ini, titik lemah dari IDI NTB antara lain pada fungsi dan peran dari institusi demokrasi, terutama peran partai politik. Pemilihan demi pemilihan seakan tidak pernah luput dari permasalahan. Peran DPRD provinsi dan kabupaten dipandang melempem alias kerja check and balance tidak berjalan. Demikian pula partai politik yang dipandang gagal menjalankan kaderisasi kepemimpinan. Partai gagal menjalankan fungsinya dalam memberikan pendidikan politik dan sebagai penyerap aspirasi konstituen. Harus diakui bahwa pembinaan terhadap kader dan anggotanya sangat kurang. Akibatnya, walaupun tingkat kehadiran pemilih dalam setiap pemilihan cukup tinggi diatas rata-rata nasional, namun sebagian masyarakat menganggap pemilihan hanya sebagai simbol dengan mengganti istilah ‘hak pilih’ menjadi ‘wajib pilih’. Kehadiran mereka seakan-akan bukan lagi sebagai instrumen penyampaian aspirasi untuk menentukan wakil mereka. Pilihan mereka terhadap figur bukan lagi berlandaskan hati nurani, tetapi lebih mengarah kepada kekerabatan dan golongan, bahkan tidak sedikit yang memberikan suara karena semata-mata mengharapkan imbalan.
Ini dapat kita lihat berdasarkan beberapa asumsi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Seperti ungkapan-ungkapan yang sering kali terucap menjelang pemilihan, “mendorong mobil mogok”, “siapa pun menang, toh saya tetap akan jadi buruh harian”, “namanya saja politik”, dan sebagainya merupakan ungkapan yang menggambarkan sikap apatis mereka terhadap tujuan demokrasi.

Demokrasi dan Kesejahteraan

Rendahnya Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) NTB tidak terlepas dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB yang juga masih rendah (nomor dua dari belakang setelah Papua). Secara otomatis pula tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan dalam arti luas yaitu kesejahteraan lahir dan bathin, yang mencakup berkecukupan sandang, pangan, pakaian, rasa keadilan, keamanan, kesempatan berusaha dan kualitas keimanan.

Ketika sumber daya manusia berkualitas, maka kesadaran untuk menjalankan konsep demokrasi semakin meningkat. Ketika konsep demokrasi dijalankan pada relnya, maka sumber daya akan merasa terlindungi. Ketika sumber daya terlindungi, maka mereka akan berusaha untuk terus meningkatkan kualitasnya, demikian seterusnya. Pada gilirannya, tidak terlalu sulit bagi siapapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadilan dalam kesejahteraan, dan sejahtera dalam keadilan bisa dicapai jika prinsip-prinsip demokrasi dapat berjalan dengan baik dan benar. Alam demokrasi memungkinkan setiap warga negara berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pemanfaatan dan pengawasan. Ditunjang dengan sistem peradilan yang independen dan bertanggung jawab, pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance), pengkaderan dan regulasi kepemimpinan yang tepat dan berkesinambungan, maka relasi resiprokal antara state dan society berjalan dengan baik dan dinamis. Peran yang juga sangat menentukan adalah pembinaan keimanan antara satu golongan dengan lainnya saling berdampingan, menjalin persatuan yang utuh seutuh-utuhnya, maka indeks demokrasi akan terus meningkat beriringan dengan meningkatnya IPM kita. Harapan untuk menjadikan NTB sebagai daerah Beriman dan Berdaya Saing akan tercapai, bukan hanya secara nasional, tetapi dalam taraf internasional.

Akurasi Data

Seringkali data yang dipublikasikan membuat merah telinga berbagai pihak. Tentu saja penyusun data pun tidak mau disalahkan, apalagi jika yang menyusunnya adalah lembaga yang berkompeten di bidangnya, seperti katakanlah BPS. Walaupun demikian, seraya berkaca dari fakta terdahulu, maka data yang dapat dipertanggungjawabkan akan berguna untuk dimanfaatkan dalam pembangunan, dalam hal ini data IDI untuk pembangunan demokrasi.

Kepala BPS NTB menyatakan bahwa data IPM tidak dapat dijadikan tolok ukur dan tidak relevan untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja pembangunan suatu daerah, terutama bagi daerah yang tingkat migrasinya tinggi. Banyaknya pelajar dan mahasiswa asal asal suatu daerah yang  melanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi di daerah lain, secara otomatis mereka akan tercatat sebagai penduduk daerah tempatnya belajar setelah berdomisili selama 6 bulan secara terus menerus. Oleh karena itu, SDM berkualitas berada pada daerah dimana mereka sekolah/kuliah, sedangkan IPM daerah asal mereka diukur berdasarkan penduduk yang masih tinggal. Demikian pula dengan TKI/TKW berketerampilan khusus, ramai-ramai meninggalkan daerahnya untuk membangun daerah/negeri orang lain. Inilah alasan mengapa akurasi data IPM tidak terlalu perlu dirisaukan.

Akurasi data juga dipengaruhi oleh tenggang waktu antara penelitian dan rilis data. Data yang dikeluarkan tahun 2012 merupakan hasil analisa dan penelitian 2010, sehingga penilaian yang mundur 2 sampai 3 tahun karena memerlukan pengkajian, tidaklah serta merta merupakan cermin mutakhir untuk melihat suatu daerah pada saat ini. Itu artinya, jika ingin melihat keadaan riil tahun ini, haruslah menunggu data yang dirilis pada tahun 2015.

Fakta Riilnya Adalah………

Apa pun alasannya, bahwa demokrasi di negeri kita masih memerlukan waktu panjang dalam membenahinya. Pendidikan politik bagi masyarakat bukannya tidak ada, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyelenggaraan pemilihan umum mulai dari pemilihan presiden, pemilihan DPR/DPRD/DPD, pemilihan gubernur, pemilihan bupati, pemilihan kepala desa dan bahkan sampai pemilihan kepala dusun sudah secara langsung mengajari masyarakat di semua lapisan untuk berdemokrasi. Selama ini, penyelenggaraannya hampir secara umum seluruhnya oke-oke saja, namun secara khusus sikap demokratis itu sesungguhnya masih sangat tipis. Memang tak ada gading yang tak retak, tetapi rasa-rasanya sampai dewasa ini, tak ada pemilihan yang tidak menimbulkan masalah. Mulai dari kisruh DPT, raibnya – kalau tak bisa dikatakan pindahnya – beberapa suara, anarkis pendukung, ketidak siapan menerima kekalahan, intimidasi pemilih, sampai kepada politik uang dan tekanan-tekanan. Ini baru pada aspek penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil.

Rujukan :

http://regional.kompas.com/

http://www.republika.co.id/

http://news.okezone.com/

http://www.undp.or.id/

http://www.ntbprov.go.id/

Artikel ini dikirim ke website Suara Amerika dalam Kontes Ngeblog VOA

MENYOAL SELEKSI PPS DI KPU LOMBOK TIMUR

Pelaksanaan pesta demokrasi di Pemilukada NTB yang sepaket dengan Pemilukada Lombok Timur semakin dekat. Dalam kurun waktu sekitar 7 bulan kedepan, pelaksanaan penentuan pilihan rakyat, persiapan pun mulai dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sudah selesai melaksanakan check list Daftar Pemilih yang berpatokan pada hasil P4B pemilukada 5 tahun yang lalu. Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lombok Timur telah melaksanakan ‘seleksi’ Panitia Pemungutan Suara Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Hasil dari seleksi yang dilakukan selama beberapa minggu terakhir telah diumumkan pada tanggal 29 Oktober 2012. Sepuluh orang anggota PPK di masing-masing Kecamatan, dan 6 anggota KPPS untuk masing-masing desa (50 persennya sebagai Persiapan PAW dan 50 persennya diangkat berdasarkan keputusan KPU) telah pula diumumkan.

Peserta tes dari masing-masing desa sedianya minimal berjumlah 6 orang, walaupun kemudian banyak juga yang kurang dari itu, tetapi mungkin karena alasan-alasan tertentu masih dapat dimaklumi dan diberikan kebijakan oleh KPU. Tidak ada tes tertulis, karena tes yang diberikan berupa tes memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan menjadi PPS serta tes mengoperasikan komputer program Exel seperti untuk penjumlahan, perkalian, pembagian dan pengurangan.

Entah apa yang terjadi, ternyata pengumuman hasil ‘tes’ ala KPU ini menuai protes. Pertanyaan pertama timbul dari Forum Kepala Desa Lombok Timur, yang mengatakan bahwa KPU dalam memilih PPS tidak sesuai dengan konfirmasi awal. Dimana ketika merekrut calon, Kepala Desa diminta untuk merekomendasikan calon-calon PPSnya, namun kenyataannya banyak PPS yang lulus di luar rekomendasi Kepala Desa.

Dalam orasinya, Forum Kepala Desa menuntut agar KPU melaksanakan seleksi ulang terhadap calon PPS. Bila tidak, maka Forum Kepala Desa Lombok Timur mengancam akan memboikot pelaksanaan Pemilukada.

Sementara itu, Ketua KPU Lombok Timur meminta agar Kepala Desa tidak memboikot pelaksanaan Pemilukada. Persoalan yang ada dapat disikapi dengan duduk bersama untuk menemukan solusi penyelesaian.

Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, kenapa sepagi ini KPU sudah menerima protes. Padahal langkah awal ini merupakan kunci keberhasilan penyelenggaraan sebuah gawe besar. Ya, gawe besar, karena sesuai dengan penjelasan yang disampaikan ketika melaksanakan tes, bahwa PPS yang dibentuk ketika ini mesti 6 orang, dimana 3 diantaranya akan menjadi cadangan untuk PAW. Sebab masa kerja PPS kurang lebih sekitar dua tahun (walaupun dalam surat edaran KPU dikatakan masa kerja 8 bulan), yakni Pemilukada Mei 2013, pemilihan DPR, DPRD dan DPD April 2014, serta pemilihan presiden dan wakil presiden putaran pertama dan putaran kedua yang berakhir sekitar bulan September-Oktober 2014. Siapa tahu dalam jangka waktu tersebut ada PPS yang mempunyai pekerjaan yang lebih bagus dan meninggalkan tugas sebagai PPS, atau pergi ke luar daerah dan bahkan meninggal dunia, maka calon PAW inilah yang akan menggantikannya, jelasnya.

Mencari solusi yang terbaik untuk menyelesaikan masalah merupakan langkah yang terpenting saat ini. Karena kalau harus melakukan ‘tes’ ulang, tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kalau mengganti nama PPS yang lulus sesuai dengan rekomendasi kepala desa, juga hal yang sangat rawan. Membiarkan apa yang sudah menjadi keputusan KPU, juga berpeluang menimbulkan dampak yang kurang baik. Lalu kapan PPS akan bekerja? Waktu 5 bulan bukanlah waktu yang panjang dalam mengkross check data pemilih yang masih dapat dikatakan sangat mentah. Lebih-lebih dengan banyaknya pemekaran desa baru-baru ini, masih terlalu banyak data yang tumpang tindih. Di Desa Suntalangu misalnya, data DP4 yang diberikan ke desa untuk di cross check berjumlah 9.112 pemilih, sementara DPT dalam pemilihan Kepala Desa Suntalangu tanggal 11 Juli 2012 berjumlah 4.639. Diantara tumpang tindih data tersebut adalah, penduduk yang sudah dimekarkan datanya masih tinggal di desa induk, banyaknya data ganda, dan nama-nama yang berasal dari luar desa juga tidak sedikit jumlahnya.

Kita berharap, persoalan ini akan memberikan hikmah dan manfaat bagi menyukseskan pemilukada 2013. Kelebihan masa lalu haruslah dijadikan sebagai semangat untuk meningkatkan kinerja, sedangkan kekurangannya mestilah dijadikan pelajaran yang berharga.