Perjuangan koalisi pemekaran Kabupaten Lombok Selatan (KLS) dan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) terus berupaya agar proses pemekaran ini berjalan dengan lancar. Setelah disahkan undang-undang tentang pembentukan Kabupaten Samawa Rea, kini pembentukan PPS dan KLS memasuki babak baru.
Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI telah mengagendakan keduanya masuk dalam rapat paripurna DPR RI yang direncanakan pada bulan Maret mendatang. Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Setda NTB, Muhdi Muhammad mengungkapkan bahwa harapan terwujudnya KLS dan PPS semakin besar dengan telah diagendakannya kedua pembentukan wilayah tersebut dalam sidang paripurna DPR RI sebelum pemilu.
Untuk maksud tersebut, Tim Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI melakukan observasi untuk KLS selama tiga hari di Lombok Timur. Tujuan kedatangan mereka untuk mengecek sejauh mana kelayakan KLS menjadi kabupaten baru dari pecahan Lombok Timur. Mulai dari potensi ekonomi, sosial budaya, batas-batas wilayah yang disepakati dan kesatuan suara pemerintah dan masyarakat untuk membentuk KLS.
Pemerintah provinsi sangat mendukung terbentuknya KLS dan PPS. Jika semuanya berjalan dengan lancar, tentu diharapkan pula rentetan rapat paripurna di DPR RI berjalan dengan lancar. Karena bagaimanapun KLS dan PPS harus bersaing ketat dengan kurang lebih 60 daerah otonom baru yang diajukan. Semua menginginkan agar bisa diundangkan dan terbentuk secepatnya.
Tim Kemendagri akhirnya tiba di Lombok Timur dan disambut oleh Wakil Bupati, H. Haerul Warisin, Komite Pemekaran Kabupaten Lombok Timur (KPKLT) dan sejumlah pejabat Pemkab Lotim.
Ketua Tim Observasi Daerah Otonom Baru (DOB) Kemendagri, Rosihan memaparkan bahwa usulan pemekaran 65 DOB salah satunya KLS adalah inisiatif DPR RI yang secara politis sudah disetujui legislatif, namun secara teknis eksekutif perlu melakukan kajian teknis dan administratif. Itulah alasan pihaknya turun melakukan klarifikasi.
Pengecekan secara teknis persyaratan DOB mengacu pada PP 78/2007 mengenai tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah. Menyikapi adanya suara penolakan tiga kecamatan masuk KLS, maka pihaknya akan kembali kepada aturan bahwa minimal jumlah Badan Perwakilan Desa (BPD) yang menyatakan mendukung pemekaran adalah dua pertiga dari wilayah pemekaran yang ada.
Ia juga yakin bahwa usulan DOB KLS sudah melalui kajian dari tingkat bawah, Pemkab Lotim, DPRD Lotim, Gubernur dan DPRD Provinsi NTB. Karena itu, ia mengingatkan semua pihak bisa saja beraspirasi, tapi karena soal DOB juga terkait administrasi pemerintahan, maka adanya aspirasi penolakan harus tertuang dalam keputusan eksekutif dan legislatif. Aspirasi tersebut tidak bisa bersifat perseorangan dan harus ada penetapan hitam di atas putih.
Saat ini, posisi usulan KLS sudah berada di tingkat DPR RI, pemerintah hanya membahas secara teknis disesuaikan dengan PP 78/2007. Masih ada beberapa catatan yang harus dicek ke bawah yaitu sinkronisasi putusan-putusan di daerah, misalnya penyebutan nama ibukota KLS. Ada tiga nama ibukota yang muncul, Pandan Duri, Terara dan Sakra. Selain itu pengecekan wilayah kecamatan yang masuk apakah tidak tumpang tindih dengan dengan kabupaten induk, mengecek lokasi apakah ada atau tidak kawasan yang masuk hutan lindung.
Tim ini juga mengecek adakah sarana prasarana pendukung sementara untuk ibukota KLS, adakah lahan untuk pusat pemerintahan KSL nanti yang harus berdiri di lahan milik pemerintah daerah dan clear dari sengketa lahan.
Nantinya hasil penilaian teknis ini akan menghasilkan scoring untuk menentukan layak atau tidak, lulus jadi DOB atau tidak. (Zul/ifi/Radar Lombok)