Arsip Tag: BMI

Musrenbang Perempuan Akan Diselenggarakan di Lotim

Untuk pertama kalinya, Badan Perencanaan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Lombok Timur bersama-sama para pegiat pemberdayaan perempuan dan anak akan menyelenggarakan Musyawarah Rencana Pembangunan (musrenbang) program-program yang responsif perempuan dan anak.

UsahaMusrenbang perempuan dipercaya menjadi cara untuk mengumpulkan aspirasi-aspirasi dari banyak pihak yang akan diupayakan terimplementasi melalui berbagai program di banyak kelembagaan/instansi jajaran Pemerintah Kabupaten Lombok Timur (Pemkab Lotim), sehingga program pemberdayaan perempuan dan anak berkesinambungan dan bisa berdampak signifikan dalam mengentaskan kasus-kasus kekerasan dan meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak di Lombok Timur.

Sekretaris BPPKB Lotim, Hj. Siti Sumantiar berharap mendapat dukungan dan fasilitasi dari banyak pihak baik dukungan materi dan immateri untuk terwujudnya musrenbang perempuan. Sehingga semua ormas perempuan, legislatif, eksekutif, NGO bisa ‘tumplek’ pada kegiatan ini.

Direncanakan musrenbang perempuan akan diselenggarakan pada triwulan pertama tahun 2014 mendatang, sebelum musrenbang kabupaten dilaksanakan. Selama ini, meski pihaknya telah sering berkoar-koar agar SKPD bisa melaksanakan program responsif perempuan dan anak, namun tidak bisa terlaksana karena tidak dikawal sejak awal melalui perencanaan dan penganggaran.

Nantinya, hasil musrenbang diharapkan bisa direkomendasikan ke pemerintah untuk masuk melalui SKPD yang ada. Begitu pula pengawalan di legislatif dilakukan terutama melalui dewan perempuan agar program tersebut bisa lolos dalam penganggaran, sehingga semua pihak bisa sinkron.

Seperti diketahui, kasus-kasus yang menjadikan perempuan dan anak menjadi korban terus bermunculan. Di Lotim banyak pintu masuk yang memposisikan perempuan dan anak menjadi korban, seperti kekerasan dalam rumah tangga, trafficking, menjadi TKW di dalam dan luar negeri dan sebagainya. Diharapkan melalui musrenbang ini akan tersusun perencanaan yang holistik dan dikerjakan ramai-ramai oleh semua pihak serta tidak tumpang tindih. (Sumber: ifi/Radar Lombok).

Gerakan Maju Perempuan Lombok Timur

Menyambut event politik pemilihan legislatif tahun 2014 yang mencapai puncaknya pada bulan April mendatang, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan dan anak serta buruh migran, mencanangkan dimulainya gerakan advokasi terhadap para calon legislatif (caleg) di wilayah Lombok Timur.

Advokasi ini bertujuan untuk mendorong munculnya peluang yang lebih besar terhadap keberadaan caleg perempuan di jajaran legislatif yang memiliki visi pemberdayaan perempuan dan anak serta buruh migran melalui fungsi-fungsi budgeting, legislasi, aspirasi dan pengawasan dewan.

Hal itu terungkap dari diskusi tematik Meningkatkan Kondisi Tenaga Kerja Perempuan di Luar Negeri dan Meningkatkan Kepemimpinan Perempuan Untuk Mengurangi Kekerasan Terhadap Perempuan yang diselenggarakan oleh beberapa LSM seperti LBH Apik, Bakti Mampu (Perempuan Untuk Penanggulangan Kemiskinan), Cowater serta Australian Aid di Sekarteja Kecamatan Selong Sabtu 30 November 2013.

M. Saleh dari Koslata mengungkapkan basis data kekinian yang dihimpun pihaknya mengenai keberadaan TKI asal NTB yang ada di luar negeri didominasi oleh perempuan. Sejak tiga tahun terakhir diketahui jumlah pemberangkatan TKI terus bertambah meskipun moratorium ditetapkan pemerintah.

Data jumlah TKI pada 2010 sebanyak 82.534 orang di luar negeri, sedangkan 2011 meningkat menjadi 94.214 dan 2012 sebesar 62.358 orang. Dari jumlah TKI tersebut terbesar berasal dari Lombok Timur yaitu 18.450 atau 61 persen dari jumlah keseluruhan TKI NTB. Sementara itu, remitance atau uang hasil TKI bekerja yang kembali ke daerah dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dari TKI Lotim adalah 2010 sebesar Rp 1,2 Milyar 2011 sebesar Rp 1,4 Milyar dan tahun 2012 sebesar Rp 1,1 Milyar. Walaupun demikian, dibandingkan dengan Kota Mataram, remitance Lotim disebutnya jauh lebih kecil. Persentase remitance Kota Mataram 51 persen dari total remitance NTB sedangkan Lotim dengan jumlah TKI terbesar hanya mampu menghasilkan remitance sebesar 1 persen. Per September 2013, remitance Lotim mencapai Rp 2,2 Milyar jauh lebih sedikit dari Mataram sebesar Rp 193 Mulyar. Penyebabnya karena TKI Lotim lebih banyak penempatannya di Malaysia dengan gaji yang lebih kecil.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masa lampau menjadi pusat perhatian Indonesia karena merupakan provinsi yang pertama kali melahirkan peraturan mengenai perlindungan buruh migran di Indonesia. Perangkat aturan daerah tersebut berupa Peraturan Daerah Tentang Perlindungan TKI dan keluarganya, Perda nomor 7 tahun 2007 dan Surat Keputusan Bupati Tentang pembebasan biaya visum bagi korban perempuan dan anak.

Sayangnya, meskipun sudah ada payung hukum perlindungan TKI dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), namun kasus-kasus trafficking masih tetap terjadi. Itu karena implementasinya masih nol. Masih banyak pejabat yang belum mengetahui adanya aturan ini. Semestinya aturan-aturan tersebut disosialisasikan dan ditegakkan.

TKIAnis Hidayah dari Migran Care Jakarta menyimpulkan bahwa keberadaan perda, aturan, struktur yang sudah disusun untuk menangani munculnya masalah-masalah menyangkut buruh migran termasuk anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan belum berkontribusi besar untuk perlindungan buruh informal. Malah berbagai pihak menjadikannya sebagai alat justifikasi eksploitasi buruh migran melalui biaya pengiriman yang tinggi. Digambarkannya, untuk bekerja di Taiwan saja dibebankan biaya pemberangkatan sebesar Rp 12 juta ditambah potongan gaji beberapa bulan, sehingga total biaya yang dikeluarkan buruh migran sebesar Rp 30 juta. Sedangkan ke Hongkong sebesar Rp 21 juta dan Malaysia Barat sebesar Rp 5 juta.

Dengan aturan yang cenderung mengeksploitasi buruh migran ini dampaknya muncul kemudian kasus-kasus trafficking dengan dominasi korban dari perempuan dan anak. Melalui legislatif dengan kewenangan yang dimiliki diharapkan bisa terjadi perubahan-perubahan ke arah pemberdayaan buruh migran, perempuan dan anak.

Karena itulah sejak dini kepada para caleg perempuan dituntut bisa melontarkan kebijakan pro perempuan. Untuk memberi peluang yang besar bagi majunya caleg perempuan bersama-sama para caleg dan LSM penggiat BMI, perempuan dan anak digalang dukungannya untuk menjaring konstituen di bawah. Selain itu, caleg perempuan sejak dini diadvokasi paradigma pemberdayaan perempuan dan anak serta bagaimana meningkatkan kondisi BMI di luar negeri agar mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan.

(Sumber: ifi/Radar Lombok)